Pelayanan Kasih Tanpa Syarat
Dalam kisah Perjamuan Malam Terakhir, pelayanan kasih tanpa syarat ditunjukkan oleh Yesus sendiri, yang merupakan Tuhan dan Sang Guru.
“Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu” (Yoh 13:14).
Ini adalah kutipan penjelasan Yesus kepada para murid mengenai makna mengapa Ia hendak membasuh kaki mereka. Pembasuhan kaki para murid terjadi sesaat sebelum perjamuan makan bersama dan itu adalah untuk terakhir kalinya mereka bersama. Yesus sudah tahu bahwa sengsara dan salibNya sudah tiba, tetapi para murid tidak. Yesus tahu bahwa ini adalah Perjamuan Malam Terakhir-Nya bersama para murid, tetapi para murid tidak.
Penginjil Yohanes menarasikan kisah ini dengan sangat mendetail. Ketika itu, para murid tidak paham mengapa itu bisa terjadi. Petrus bahkan sampai bertanya “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” Bagi Petrus, ini adalah sesuatu yang sama sekali baru, bahkan sedikit aneh. Bagaimana mungkin seorang Guru, Tuhan pula, hendak membasuh kaki para murid. Mereka pun tidak tahu jika itu adalah Perjamuan Malam Terakhir bersama dengan Tuhan dan Guru yang sangat mereka kasihi.
Ketika Yesus berkata kepada Yudas, “Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan segera”(Yoh 13:27), mereka belum juga paham. Yohanes memberi kesaksian bahwa kala itu para murid mengira Yesus sedang menyuruh Yudas untuk membeli perlengkapan untuk perayaan Paskah karena Yudas adalah bendahara mereka. Tak ada dari antara mereka yang paham maksud tindakan dan perkataan Yesus pada malam itu.

Cikal Bakal Perayaan Ekaristi
Kisah pembasuhan kaki menjadi simbol yang sangat kuat dalam Perjamuan Malam Terakhir. Bagi banyak ahli, perjamuan malam terakhir menjadi cikal-bakal Perayaan Ekaristi. Tapi apa makna sesungguhnya dari Ekaristi itu? Bukankah Ekaristi itu adalah komuni, menyambut tubuh dan darah Tuhan dalam rupa roti dan anggur? Apa hubungannya dengan pembasuhan kaki?
Ekaristi adalah perayaan kebersamaan. Dalam Ekaristi, setiap orang mengambil bagian dari Tubuh Kristus yang satu. Itulah mengapa ada komuni, yang artinya bersatu dalam kebersamaan.
Setiap umat memiliki status, asal-usul, ras, warna kulit, golongan yang berbeda-beda. Meski berbeda, Tubuh Kristus yang disambut menjadikan kita satu. Maka dalam ekaristi tidak ada istilah egois apalagi serakah.
Santo Paulus mengkritik praktik perayaan Ekaristi orang-orang di Korintus. Mereka melakukan perjamuan Tuhan tetapi mementingkan dirinya sendiri, tidak mau berbagi dengan yang miskin. Padahal Tuhan mengajarkan melalui Ekaristi untuk saling berbagi dalam kebersamaan. (Bdk 1 Kor 11:17-34)
Komuni juga tidak hanya terjadi dalam perayaan ekaristi, tetapi juga dalam hidup harian melalui tindakan saling melayani seorang terhadap yang lain. Yesus menunjukkan contoh tindakan pelayanan yang paling mendasar yakni membasuh kaki para murid.
Pembasuhan kaki adalah tindakan simbolis yang sarat akan makna. Pembasuhan kaki adalah tanda pelayanan tertinggi yang bisa dilakukan. Hanya seorang hamba yang membasuh kaki tuannya. Namun, dalam kisah Perjamuan Malam Terakhir, Sang Tuhan dan Guru sendiri yang membasuh kaki para muridNya. Pelayanan yang diajarkan oleh Yesus adalah pelayanan kasih tanpa syarat.
Ada seorang pemikir pernah mengatakan, “Tidak ada yang tulus di dunia ini”.
Ketika seseorang membantu orang lain, lalu mengatakan ‘tidak perlu dibalas, cukup dengan terima kasih’, ia tidak tulus; ia mengharapkan ucapan terima kasih.
Ketika ada yang berbuat kebaikan lalu mengatakan, ‘saya tidak butuh imbalan, pun tidak butuh ucapan terima kasih, Tuhan yang akan membalasnya’, ia tidak tulus; ia mengharapkan balasan dari Tuhan.
Ketika orang berlaku saleh, suka melayani dan berkorban bagi banyak orang dan mengatakan, ‘ini saya lakukan dengan tulus demi masuk ke dalam kerajaan Surga’, ia tidak tulus; ia mengharapkan Surga, seakan perbuatan baiknya adalah ‘investasi’.
Tindakan pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus adalah bentuk ketulusan bagi orang-orang Kristiani. Yesus membasuh kaki para murid pada “Perjamauan Malam Terakhir”. Itu artinya, para murid tidak akan pernah lagi membalas kebaikanNya itu langsung kepadaNya.
Yesus tidak mengatakan, “Sebagaimana Aku telah membasuh kakimu, demikianlah juga kamu harus membasuh kakiKu”. Tetapi Ia mengatakan, “Jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu”.
PelayananNya bukan dimaksudkan supaya Ia mendapat balasan, melainkan supaya orang yang dilayaniNya terdorong untuk melayani yang lain, menyebarkan “virus-virus kasih” kepada yang lain. Sekiranya, setiap orang Kristiani bisa menyebarkan virus-virus kasih ini, dunia akan berubah dalam sekejap, layaknya pola penularan Covid-19 yang menjangkiti dunia dalam waktu yang sangat singkat.
Sayangnya, mungkin benar kata pemikir tadi, “Tidak ada yang tulus di dunia ini”. Yesus sudah memberi teladan ketulusan, tapi egoisme dan keserakahan manusia kadang sulit untuk dihilangkan. Melayani itu mudah. Yang tidak mudah adalah tidak mengharapkan balasan dari tindakan itu, entah balasan dari manusia entah dari Tuhan.
Paus Fransiskus, berselang beberapa hari setelah terpilih menjadi Paus, ia pergi ke penjara Romawi dan mencuci kaki para tahanan, termasuk kaki seorang wanita Muslim. Inilah contoh yang menunjukkan wajah sebenarnya dari Gereja Yesus Kristus yakni pelayanan yang rendah hati dan cinta penuh belas kasihan yang merangkul semua manusia.
Semoga kita telah, sedang dan akan selalu menghadirkan wajah Kristus yang rendah hati dan penuh cinta dengan cara-cara sederhana dan terbaik yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Selamat memasuki Tiga Hari Suci, Tiga Hari Cinta. Semoga Sengsara Yesus Kristus Selalu Hidup di Hati Kita.(dp)
Baca juga : Perayaan Kasih
Dapatkan update berita pilihan dan terbaru setiap hari dari GerejaJago.Org
Dapatkan Informasi secara update, cepat, dan resmi dengan bergabung ke Whatsapp Channel “Gereja Santo Yusup Ambarawa”, caranya klik link s.id/WAChannel kemudian ikuti / follow.